Mengulik Sejarah Keraton Jogja: Simbol Kejayaan Budaya Jawa yang Tetap Hidup

Avatar photo

- Jurnalis

Rabu, 15 Oktober 2025 - 14:52 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Foto: Google)

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat (Foto: Google)

Britainaja – Di tengah hiruk pikuk modernisasi Kota Yogyakarta, berdiri megah sebuah istana yang tetap memancarkan aura sakral: Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Bagi sebagian orang, keraton hanyalah destinasi wisata sejarah. Namun bagi masyarakat Yogyakarta, tempat ini jauh lebih dari itu, ia adalah jantung kebudayaan Jawa, pusat pemerintahan tradisional, dan simbol harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.

Keraton Yogyakarta merupakan bukti nyata bahwa warisan budaya dapat bertahan di tengah perubahan zaman. Dengan nilai-nilai filosofis yang dalam, tata arsitektur yang sarat makna, dan tradisi yang terus hidup, keraton bukan hanya monumen masa lalu, melainkan ruang hidup yang menegaskan eksistensi identitas Jawa hingga hari ini.

Lahir dari Perjanjian Giyanti: Awal Berdirinya Kasultanan Yogyakarta

Asal mula berdirinya Keraton Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kerajaan Mataram Islam yang sempat menjadi kerajaan terbesar di tanah Jawa pada abad ke-17. Namun, seiring waktu, konflik internal dan campur tangan politik kolonial Belanda membuat kerajaan itu terpecah belah.

Puncaknya terjadi pada tahun 1755 ketika ditandatanganinya Perjanjian Giyanti. Dalam perjanjian tersebut, wilayah Mataram dibagi dua: bagian timur menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat di bawah kekuasaan Sunan Pakubuwono III, sedangkan bagian barat menjadi Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat, dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono I.

Setelah memperoleh legitimasi, Sultan Hamengkubuwono I mulai membangun pusat pemerintahan baru yang kini dikenal sebagai Keraton Yogyakarta. Lokasi yang dipilih adalah kawasan hutan beringin dan rawa-rawa di antara Sungai Code dan Sungai Winongo. Secara spiritual, lokasi ini dianggap ideal karena berada di garis imajiner Gunung Merapi – Keraton – Laut Selatan, yang menggambarkan keseimbangan antara dunia atas, dunia manusia, dan dunia bawah.

Pembangunan Keraton dan Filosofi Tata Ruangnya

Pembangunan keraton dimulai pada 7 Oktober 1755 dan selesai dalam waktu sekitar satu tahun. Pekerjaan ini dilakukan secara gotong royong oleh para abdi dalem dan masyarakat, di bawah pengawasan langsung Sultan Hamengkubuwono I yang terkenal piawai dalam seni arsitektur dan pertahanan.

Tata ruang Keraton Yogyakarta bukan sekadar hasil perencanaan estetika, tetapi juga manifestasi dari filosofi Jawa tentang kehidupan. Setiap bagian bangunan mencerminkan perjalanan spiritual manusia dari lahir hingga mencapai kesempurnaan jiwa.

Keraton dibangun dengan orientasi utara–selatan, menghubungkan Gunung Merapi di utara (melambangkan sumber kehidupan) dengan Laut Selatan di selatan (melambangkan dunia gaib dan kekuatan spiritual). Garis ini disebut “sumbu filosofis” atau imaginary axis, yang hingga kini menjadi salah satu warisan budaya dunia (World Heritage Tentative List) oleh UNESCO.

Selain itu, pembagian ruang di dalam keraton memiliki makna tersendiri:

  • Pagelaran dan Siti Hinggil Lor menggambarkan masa muda manusia, tempat belajar dan berbakti.

  • Kedhaton (inti keraton) melambangkan masa kedewasaan, tempat manusia mengabdi dan mencari keseimbangan batin.

  • Siti Hinggil Kidul dan Kamandhungan Kidul menggambarkan masa akhir kehidupan, tempat seseorang mendekat kepada Sang Pencipta.

Detail Arsitektur: Simbolisme dan Keindahan Jawa

Keraton Yogyakarta merupakan perpaduan gaya arsitektur Jawa tradisional, kolonial Belanda, dan sedikit pengaruh Portugis. Struktur utamanya terbuat dari kayu jati pilihan dengan ukiran yang sarat simbolisme.

Beberapa bagian penting di dalam kompleks keraton meliputi:

  1. Bangsal Pagelaran
    Terletak di bagian paling utara. Dahulu digunakan sebagai tempat upacara resmi kerajaan dan penerimaan tamu. Kini, area ini terbuka untuk umum dan menjadi tempat pertunjukan seni tradisional seperti gamelan dan tari klasik.

  2. Siti Hinggil Lor
    Artinya “tanah tinggi di utara”. Di sinilah Sultan menyaksikan upacara militer dan prosesi Grebeg dari panggung kehormatan.

  3. Kedhaton
    Bagian paling sakral, tempat tinggal keluarga Sultan. Area ini tidak sembarang orang boleh masuk karena dianggap sebagai pusat energi spiritual keraton.

  4. Bangsal Kencana
    Ruang singgasana Sultan, dihiasi ornamen emas dan motif bunga lotus yang melambangkan kesucian dan kebijaksanaan.

  5. Museum Keraton
    Menyimpan koleksi berharga seperti pusaka kerajaan, lukisan para sultan, gamelan kuno, dokumen perjanjian bersejarah, serta hadiah dari raja-raja Eropa.

Baca Juga :  Ajax Resmi Berpisah dengan John Heitinga Usai Tren Buruk

Selain elemen bangunan, pintu gerbang (regol) di keraton juga memiliki makna tersendiri. Ada tujuh gerbang utama yang harus dilalui menuju Kedhaton, melambangkan tujuh tahap spiritual yang harus ditempuh manusia menuju kesempurnaan batin.

Sultan Sebagai Pemimpin Politik dan Spiritual

Sejak berdirinya Kasultanan Yogyakarta, posisi Sultan tidak hanya sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga pemimpin spiritual dan pelindung budaya Jawa. Setiap sultan bergelar Hamengkubuwono, yang berarti “memeluk dunia dalam keadilan dan kebijaksanaan”.

Hingga kini, Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, yang juga menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia dikenal sebagai sosok modern yang tetap menjaga nilai-nilai tradisional, sekaligus membawa Yogyakarta menuju era baru yang tetap berakar pada budaya leluhur.

Di bawah kepemimpinannya, keraton tak hanya menjadi pusat adat, tetapi juga wadah edukasi, penelitian budaya, dan diplomasi kebudayaan. Keraton kerap menggelar festival budaya internasional, pameran pusaka, dan kolaborasi seni lintas negara, yang menjadikan Yogyakarta semakin di kenal dunia.

Upacara dan Tradisi Keraton yang Masih Hidup

Keraton Yogyakarta masih memegang teguh berbagai upacara adat yang di wariskan turun-temurun. Setiap tradisi memiliki makna filosofis yang mendalam.

Beberapa di antaranya adalah:

  • Sekaten
    Di selenggarakan setiap tahun untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Upacara ini di awali dengan prosesi gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Nogowilogo dari Keraton ke Masjid Gedhe Kauman. Sekaten menjadi simbol akulturasi antara Islam dan budaya Jawa.

  • Grebeg Maulud, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar
    Tiga upacara besar yang melambangkan syukur Sultan kepada Tuhan. Dalam acara ini, masyarakat berebut gunungan—tumpukan hasil bumi yang melambangkan kemakmuran dan berkah.

  • Labuhan
    Ritual penghormatan kepada penguasa laut selatan, Nyai Roro Kidul. Sesajen seperti kain, makanan, dan dupa di larung ke laut di Parangkusumo sebagai bentuk doa keselamatan kerajaan.

  • Mubeng Beteng
    Tradisi berjalan kaki mengelilingi benteng keraton sambil berdiam diri (tapa bisu) setiap malam 1 Suro. Tujuannya adalah menyucikan diri dan merenungi perjalanan hidup.

Tradisi ini tak hanya menjadi ritual spiritual, tetapi juga daya tarik wisata budaya yang unik bagi wisatawan lokal dan mancanegara.

Abdi Dalem: Penjaga Nilai dan Etika Jawa

Keberlangsungan kehidupan di dalam keraton tak lepas dari peran abdi dalem, yaitu para pelayan dan pengabdi yang setia menjaga tradisi. Mereka menjalankan tugas tanpa pamrih besar, karena bagi mereka, mengabdi kepada keraton adalah bentuk pengabdian kepada budaya dan Tuhan.

Abdi dalem bertanggung jawab atas berbagai bidang, seperti kebersihan, upacara adat, musik gamelan, tari-tarian, hingga dokumentasi pusaka. Mereka mengenakan pakaian adat khas lengkap dengan blangkon dan jarit, dan berbicara menggunakan bahasa Jawa halus (krama inggil).

Baca Juga :  Menelisik Kebudayaan Masyarakat Bukit Barisan

Menariknya, banyak generasi muda Yogyakarta kini mulai tertarik bergabung sebagai abdi dalem atau belajar kesenian tradisional di lingkungan keraton. Hal ini menjadi tanda bahwa nilai-nilai luhur Jawa masih hidup di tengah arus globalisasi.

Fakta Menarik Seputar Keraton Yogyakarta

  1. Pusat kosmologi Jawa:
    Letak keraton di antara Gunung Merapi dan Laut Selatan di anggap sebagai poros spiritual dunia Jawa.

  2. Tahan gempa:
    Struktur bangunan keraton mampu bertahan dari gempa besar, termasuk gempa dahsyat tahun 2006, berkat teknik sambungan kayu tradisional tanpa paku.

  3. Pusaka sakral:
    Keraton menyimpan ratusan pusaka seperti keris Kyai Slamet dan gamelan kuno yang hanya di mainkan saat upacara tertentu.

  4. Museum hidup:
    Keraton bukan museum mati; kehidupan adat dan ritual masih di jalankan setiap hari.

  5. Status istimewa:
    Yogyakarta menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang masih mempertahankan sistem monarki dalam struktur pemerintahan modern.

Panduan Lengkap Mengunjungi Keraton Yogyakarta

Alamat: Jl. Rotowijayan Blok No.1, Panembahan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55133
Google Maps: Keraton Yogyakarta

Jam buka: Setiap hari pukul 08.30-14.00 WIB (tutup Jumat)

Harga tiket masuk:

  • Wisatawan domestik: Rp10.000

  • Wisatawan mancanegara: Rp15.000

  • Biaya izin foto profesional: Rp5.000

Fasilitas: Pemandu wisata (bahasa Indonesia dan Inggris), area parkir luas, toko suvenir, dan musala.

Rute menuju Keraton:

  • Dari Malioboro, bisa di tempuh dengan becak atau andong sekitar 10 menit.

  • Dari Stasiun Tugu, naik Trans Jogja (rute 1A atau 2A) dan turun di halte Titik Nol Kilometer.

  • Dari Bandara YIA, naik Damri YIA ke pusat kota, lalu lanjut ojek online atau taksi.

Keraton di Era Digital: Merawat Tradisi dengan Teknologi

Di era modern ini, Keraton Yogyakarta tidak menutup diri terhadap perkembangan teknologi. Sejumlah inovasi digital telah di terapkan, seperti:

  • Virtual Tour Keraton, yang memungkinkan wisatawan dari seluruh dunia menjelajahi kompleks keraton secara daring.

  • Digitalisasi arsip budaya, termasuk manuskrip kuno, dokumen sejarah, dan data pusaka.

  • Pameran budaya interaktif, bekerja sama dengan universitas dan lembaga internasional untuk memperkenalkan budaya Jawa secara global.

Selain itu, keraton juga aktif di media sosial, membagikan informasi tentang kegiatan budaya, pelestarian warisan, dan nilai-nilai filosofi Jawa agar bisa di akses oleh generasi muda secara lebih luas.

Menyelami Jiwa Jawa di Jantung Nusantara

Keraton Yogyakarta bukan sekadar tempat wisata, melainkan roh dari peradaban Jawa. Ia mengajarkan keseimbangan antara kekuasaan dan kebijaksanaan, dunia nyata dan spiritual, tradisi dan kemajuan.

Di balik tembok megah dan alunan gamelan yang lembut, tersimpan pesan universal: bahwa kejayaan sejati bukan hanya soal kekuasaan, melainkan kemampuan menjaga jati diri di tengah perubahan zaman.
Bagi siapa pun yang datang, Keraton Yogyakarta selalu menawarkan pengalaman batin—menyentuh, mendalam, dan tak terlupakan.

Apakah Anda pernah berkunjung ke Keraton Yogyakarta?
Bagikan pengalaman Anda di kolom komentar! Jangan lupa share artikel ini agar semakin banyak orang mengenal warisan budaya Indonesia.
Simak juga artikel lainnya tentang wisata sejarah dan budaya Nusantara hanya di Klikinaja.com. (Wd)

Berita Terkait

Grand Egyptian Museum Resmi Dibuka di Giza
Daftar Raja Mataram yang Dimakamkan di Kompleks Imogiri
Mak Itam Kembali Berasap, Sawahlunto Hidupkan Lagi Warisan Kereta Api Legendaris
17 Oktober Ditetapkan Sebagai Hari Kebudayaan Nasional, Ini Makna dan Sejarahnya
Dua Tradisi Asli Buleleng Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Takbenda 2025
Hari Batik Nasional 2025: Makna, Cara Merayakan, dan Sejarahnya
Wisata Religi: Menelusuri Jejak Masjid Tertua di Nusantara
Mengungkap Jejak Peradaban Kuno di Nusantara

Berita Terkait

Kamis, 6 November 2025 - 09:30 WIB

Grand Egyptian Museum Resmi Dibuka di Giza

Rabu, 5 November 2025 - 22:00 WIB

Daftar Raja Mataram yang Dimakamkan di Kompleks Imogiri

Minggu, 19 Oktober 2025 - 05:27 WIB

Mak Itam Kembali Berasap, Sawahlunto Hidupkan Lagi Warisan Kereta Api Legendaris

Jumat, 17 Oktober 2025 - 11:32 WIB

17 Oktober Ditetapkan Sebagai Hari Kebudayaan Nasional, Ini Makna dan Sejarahnya

Rabu, 15 Oktober 2025 - 14:52 WIB

Mengulik Sejarah Keraton Jogja: Simbol Kejayaan Budaya Jawa yang Tetap Hidup

Berita Terbaru

Salah seorang personil KPK melakukan penggeledahan di mobil dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto (Foto: RRI/Femmy Asti Yofani)

Nasional

KPK Sita Dokumen Anggaran Saat Geledah Kantor Gubernur Riau

Selasa, 11 Nov 2025 - 17:30 WIB