Britainaja – Lokomotif uap legendaris Mak Itam kembali melintasi rel klasik Sawahlunto dalam gelaran Simposium Internasional “We Are Site Managers” pada 23-27 Agustus 2025. Dalam acara tersebut, ikon sejarah perkeretaapian Indonesia itu menjalani delapan kali perjalanan pulang-pergi antara Stasiun Sawahlunto dan Stasiun Muarakalaban, menghadirkan suasana nostalgia masa kejayaan tambang batubara.
Dentuman uap dan siulan khas Mak Itam menggema di tengah kota tua Sawahlunto, memancing sorak gembira dari ratusan pengunjung yang memadati area stasiun. Pemandangan ini seolah membawa warga kembali ke masa lampau ketika Sawahlunto menjadi pusat aktivitas tambang batubara terbesar di Sumatra Barat.
Mak Itam, lokomotif seri E1060 buatan Jerman pada 1966, dulunya dikenal tangguh melintasi jalur rel bergigi di perbukitan curam. Jalur tersebut menghubungkan kawasan tambang Ombilin dengan Pelabuhan Teluk Bayur, menjadi nadi utama distribusi hasil tambang di era kolonial.
Stasiun Sawahlunto sendiri telah berdiri sejak 1 Januari 1894 dan menjadi simbol penting dalam sejarah transportasi Indonesia. Dari titik inilah perjalanan panjang industri tambang dan perkeretaapian nasional bermula.
VP Public Relations KAI, Anne Purba, menegaskan bahwa kehadiran Mak Itam bukan sekadar bentuk romantisme masa lalu, melainkan simbol kesinambungan sejarah dan identitas kota.
“Stasiun Sawahlunto dan Mak Itam adalah narasi besar tentang industri, teknologi, dan kehidupan sosial masyarakat tempo dulu. KAI berkomitmen menjaga warisan ini agar tetap hidup dan dapat dinikmati lintas generasi,” ujar Anne, Sabtu (18/10/2025).
Setelah era tambang berakhir di awal 2000-an, Sawahlunto sempat mengalami masa suram. Namun, upaya revitalisasi terus di lakukan hingga akhirnya Stasiun Sawahlunto resmi beralih fungsi menjadi Museum Kereta Api pada 17 Desember 2005. Peresmian museum di lakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, menandai babak baru perjalanan sejarah transportasi Indonesia.
Kini, Mak Itam tak lagi menarik gerbong batubara, melainkan membawa wisatawan menyusuri lintasan bersejarah. Lokomotif ini menjadi daya tarik utama bagi pengunjung yang ingin merasakan pengalaman perjalanan klasik di tengah panorama alam khas pegunungan Sumatra Barat.
Museum Kereta Api Sawahlunto kini menjadi bagian dari Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS) yang telah di akui UNESCO sebagai warisan dunia. Di dalamnya, pengunjung dapat menjelajahi ruang pamer yang menampilkan mesin telegraf, lampu sinyal, hingga dokumen bersejarah peninggalan zaman kolonial.
Anne Purba menambahkan, transformasi kawasan stasiun membawa dampak positif bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.
“Revitalisasi ini bukan hanya menjaga bangunan bersejarah, tetapi juga menghidupkan kembali denyut kota. Kawasan stasiun kini menjadi ruang komunitas, pusat edukasi, dan destinasi wisata budaya,” katanya.
Sementara itu, Pujo, wisatawan asal Jakarta, mengaku terkesan saat berkunjung ke museum tersebut.
“Saya pernah ke Sawahlunto bersama keluarga, dan rasanya menyenangkan bisa mengenang perjalanan kereta api yang penuh cerita. Setiap perjalanan selalu punya kesan yang tak lekang oleh waktu,” ujarnya kepada RRI.
Bagi banyak pengunjung, Museum Kereta Api Sawahlunto bukan sekadar tempat berfoto, tetapi juga ruang refleksi atas perjalanan manusia dan teknologi. Museum ini buka setiap Senin–Jumat pukul 08.00–16.00 WIB, serta Sabtu–Minggu dan hari libur pukul 09.00–17.00 WIB.
Kehadiran kembali Mak Itam menjadi simbol kebangkitan Sawahlunto sebagai kota warisan dunia yang mampu menghidupkan masa lalu tanpa kehilangan semangat masa depan. Dari rel tua hingga museum modern, Sawahlunto menunjukkan bahwa sejarah dapat terus bergerak maju, selama ada tekad untuk merawatnya.









