Britainaja – Kekhawatiran sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta terhadap kandungan etanol dalam bahan bakar minyak (BBM) Pertamina dinilai tidak beralasan. Para pakar energi menegaskan bahwa campuran etanol tidak menimbulkan gangguan pada mesin maupun menurunkan performa kendaraan.
Pakar energi Prof. Tri Yuswidjajanto menjelaskan, penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar bukan hal baru di dunia internasional. Beberapa negara bahkan telah menggunakan kadar etanol yang jauh lebih tinggi dibandingkan produk Pertamina.
“Di Amerika, bensin dengan campuran etanol 10 persen di jual bebas dan tidak menimbulkan masalah pada kendaraan. Di Brasil, kadar etanolnya bahkan mencapai 85 persen, dan di Australia pun sudah di gunakan sejak lama,” ujar Prof. Tri di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Ia menambahkan, kadar etanol sebesar 3,5 persen pada BBM Pertamina tergolong rendah dan tidak berdampak signifikan terhadap mesin. Meski nilai energi etanol sekitar 26,8–29,7 megajoule per kilogram, lebih kecil di bandingkan bensin yang mencapai 40 megajoule per kilogram—pengaruhnya sangat kecil.
“Jika kandungan etanol hanya 3,5 persen, maka energi yang turun sekitar 1 persen. Artinya, tenaga mesin berkurang sangat sedikit, bahkan tidak terasa saat di gunakan,” jelasnya.
Menurut Prof. Tri, konsumsi bahan bakar juga tidak akan meningkat, sementara tarikan mesin tetap stabil.
Sebelumnya, pada 1 Oktober 2025, Wakil Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa beberapa SPBU swasta sempat membatalkan pembelian BBM dasar dari Pertamina karena adanya kandungan etanol.
Namun, para pakar menilai keputusan tersebut muncul karena kesalahpahaman mengenai fungsi etanol dalam bahan bakar. Padahal, penambahan etanol justru memberi manfaat, seperti mengurangi emisi karbon dan membuat pembakaran mesin lebih efisien.
Dari sisi teknis, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, memastikan bahwa kendaraan di Indonesia sebenarnya sudah kompatibel dengan bahan bakar yang mengandung etanol hingga 20 persen.
“Mobil-mobil yang beredar di Indonesia sudah mampu menggunakan BBM dengan campuran etanol sampai 20 persen,” kata Eniya, Senin (6/10/2025).
Meski demikian, pemerintah masih membatasi kadar campuran etanol maksimal 5 persen. Kebijakan ini di ambil karena ketersediaan bahan baku etanol di dalam negeri, seperti jagung dan tebu, masih terbatas.
Kementerian ESDM juga menegaskan tidak akan mengimpor bahan baku etanol dari luar negeri. Langkah ini di lakukan untuk menjaga ketahanan energi nasional sekaligus mendukung kemandirian industri bioetanol dalam negeri.
Dengan kondisi tersebut, kadar etanol dalam BBM Indonesia belum bisa di tingkatkan hingga 20 persen seperti yang di terapkan di sejumlah negara maju.
Penambahan etanol dalam BBM sebenarnya merupakan langkah positif menuju transisi energi bersih. Etanol yang berbasis bahan nabati lebih ramah lingkungan di bandingkan bensin murni. Selain mampu menekan emisi gas rumah kaca, etanol juga membantu meningkatkan efisiensi pembakaran mesin.
Beberapa negara seperti Brasil, Amerika Serikat, dan Australia telah lama mengandalkan etanol sebagai bagian penting dari kebijakan energi berkelanjutan mereka. (Tim)