Britainaja, Merangin – Gelombang kritik terhadap Pemkab Merangin kian menguat. Setelah isu guru yang terpaksa meminta maaf muncul ke publik, kini sorotan tertuju pada pengadaan mobil dinas baru di tengah upaya efisiensi anggaran daerah.
Kelompok mahasiswa menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap langkah Pemkab Merangin tersebut. Mereka bahkan menantangBupati Merangin, H. Syukur, untuk menolak fasilitas mobil dinas demi kepentingan yang lebih mendesak, yakni membebaskan biaya lapak untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terkena dampak relokasi.
Menurut Sandra Wandi, seorang aktivis mahasiswa, kondisi sosial di Merangin saat ini jauh dari ideal. Ia menyebut Merangin menjadi viral di mediasosial bukan karena prestasi, tetapi karena berbagai persoalan yang menumpuk.
“Keadaan makin semrawut. Ada jeritan PKL yang tak sanggup bayar sewa, pembelian mobil dinas saat kondisi keuangan daerah harusnya efisien, tunjangan dokter yang belum sesuai instruksi pusat, bahkan penghapusan mobil operasional Samsat yang justru berkontribusi besar terhadap PAD,” ujarnya, Senin (26/5/2025).
Penertiban PKL yang dilakukan pemerintah tanpa persiapan lokasi pengganti turut memicupolemik. Dua lokasi relokasi yang disiapkan disebut belum sepenuhnya siap, sehingga membuat banyak PKL kehilangan mata pencaharian.
“PKL di Pasar Rakyat terpaksa berhenti berdagang lebih dari sebulan. Bagaimana mereka bisa membayar sewa lapak kalau modal usaha pun tak ada?” keluhnya.
Sandra menilai lambannya penanganan dari pemerintah membuat para pedagang makin terjepit. Ia menyayangkan tidak adanya skema bantuan atau pinjaman modal yang diberikan untuk meringankan beban PKL.
Ia pun membandingkan kebijakan Pemkot Jambi yang menggratiskan lapak untuk 450 PKL di Pasar Angso Duo selama enam bulan.
“Kalau di tempat lain bisa berpihak ke rakyat, kenapa Merangin tidak? Anggaran ada untuk beli mobil dinas, tapi untuk bantu rakyat justru tidak ada? Ini soal keberpihakan, bukan soal kemewahan,” tegasnya.
Melihat situasi ini, para mahasiswa mendesak Bupati Merangin untuk menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil. Mereka meminta agar anggaran pengadaan mobil dinas dialihkan untuk membantu para PKL.
“Bupati Lahat, Temanggung, bahkan Lucky Hakim di Indramayu, semuanya menolak mobil dinas baru. Masa Merangin tidak bisa? Ini demi kepentingan masyarakat,” tambahnya.
Polemik pengadaan mobil dinas ini terus mendapat sorotan publik. Apalagi, di saat bersamaan, mobil operasional Samsat yang berkontribusi terhadap penerimaan daerah sebesar Rp 33 miliar justru ditiadakan. Masyarakat kini menanti keputusan Bupati Syukur: akan tetap melanjutkan pengadaan tersebut, atau mengikuti jejak kepala daerah lain yang menolak fasilitas demi kesejahteraan rakyatnya. (Tim)