Britainaja – Tren edukasi keuangan di media sosial memang tengah naik daun, namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat agar tidak sembarangan mempercayai nasihat dari para financial influencer atau finfluencer. Banyak di antara mereka yang belum memiliki izin resmi untuk memberikan saran investasi, dan hal ini bisa menimbulkan risiko finansial bagi para pengikutnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, konten bertema keuangan menjadi salah satu topik paling populer di media sosial. Para finfluencer, sebutan bagi kreator konten yang membahas topik finansial seperti menabung, investasi, atau perencanaan keuangan, menjadi sumber belajar yang mudah diakses, terutama oleh generasi muda.
Namun, di balik tren positif ini, OJK menyoroti adanya potensi penyalahgunaan informasi oleh pihak yang tidak kompeten. “Tidak semua influencer yang berbicara tentang investasi boleh memberikan saran investasi,” tulis OJK dalam keterangan resminya, Sabtu (18/10/2025).
Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2025 Pasal 109, setiap penyelenggara layanan keuangan yang bekerja sama dengan influencer wajib memastikan bahwa pihak tersebut telah memiliki izin sebagai penasihat investasi. Aturan ini diterapkan untuk melindungi masyarakat dari kesalahan informasi dan jebakan investasi bodong yang kerap beredar di dunia maya.
OJK menegaskan bahwa semua informasi atau rekomendasi keuangan di media sosial harus bersumber dari pihak yang berizin dan berkompeten, agar masyarakat tidak terjebak pada janji manis keuntungan instan tanpa dasar yang jelas.
Kenali Gaya dan Isi Konten Finfluencer
Sebelum memutuskan untuk mengikuti saran seorang finfluencer, OJK menyarankan masyarakat untuk menilai cara mereka menyampaikan informasi. Finfluencer yang kredibel biasanya transparan soal sponsor dan afiliasi, menyertakan data pendukung, serta menjelaskan risiko di balik peluang investasi.
Sebaliknya, finfluencer yang patut dicurigai sering kali menggiring opini dengan kalimat bombastis seperti “cuan besar tanpa risiko” atau “cara cepat bebas finansial”. Konten semacam ini biasanya tidak dilengkapi penjelasan mendalam dan justru mendorong audiens bertindak impulsif.
Cara Mengecek Kredibilitas Finfluencer
OJK memberikan beberapa langkah praktis agar masyarakat bisa memastikan apakah finfluencer yang diikuti benar-benar tepercaya:
-
Periksa latar belakangnya.
Pastikan mereka memiliki pengalaman, sertifikasi, atau pendidikan di bidang keuangan. -
Cek konsistensi informasi.
Bandingkan isi kontennya dengan prinsip investasi yang diakui dan dapat diverifikasi. -
Telusuri rekam jejaknya.
Cari tahu apakah mereka pernah bekerja sama dengan lembaga keuangan resmi atau dikenal di komunitas keuangan profesional. -
Validasi dengan sumber resmi.
Konfirmasi informasi melalui situs OJK atau konsultasi dengan perencana keuangan bersertifikat (CFP).
Selain itu, OJK juga memperingatkan masyarakat agar waspada terhadap konten yang berisi janji hasil pasti, tekanan waktu palsu seperti “tinggal 5 slot lagi”, atau testimoni yang tidak menjelaskan risiko. “Dunia investasi tidak sesederhana yang terlihat di media sosial. Keuntungan besar selalu datang dengan risiko yang sepadan,” tegas OJK.
Finfluencer Sebagai Sumber Belajar, Bukan Penentu Keputusan
Meski banyak peringatan, OJK tidak sepenuhnya menentang kehadiran finfluencer. Jika digunakan dengan bijak, konten mereka dapat menjadi sumber belajar yang ringan dan mudah dipahami oleh masyarakat awam.
OJK bahkan mendorong masyarakat untuk mengikuti beberapa finfluencer dengan pandangan berbeda agar wawasan yang diperoleh lebih luas dan seimbang. Namun, semua keputusan finansial tetap harus didasarkan pada pertimbangan pribadi dan sumber resmi.
“Finfluencer bisa jadi pintu awal mengenal dunia finansial, tapi keputusan akhir tetap di tangan Anda,” tulis OJK.
Masyarakat diimbau untuk tetap kritis dalam menyerap konten keuangan, mengambil ilmunya, namun tidak menelannya mentah-mentah.
Dengan semakin banyaknya konten finansial beredar di media sosial, masyarakat perlu bijak dalam memilih sumber informasi. Edukasi keuangan yang benar dapat membuka peluang menuju kesejahteraan, tetapi jika salah sumber, justru bisa menjerumuskan pada kerugian. (Tim)









