Britainaja – Nilai tukar rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan ini. Pelemahan tersebut terjadi di tengah meningkatnya sentimen pasar terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 0,05 persen atau turun sembilan poin ke level Rp16.590 per dolar AS pada Jumat (17/10/2025). Tekanan terhadap rupiah dipicu kombinasi faktor eksternal, seperti kebijakan moneter AS, serta faktor domestik yang memengaruhi kepercayaan pasar.
Analis Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan bahwa pasar global saat ini masih menunggu kepastian langkah The Fed terkait suku bunga acuan. “The Fed berpotensi memangkas suku bunga pada Oktober, mengingat prospek ekonomi AS yang melemah dan tren inflasi yang terus menurun,” ujarnya.
Menurut Ibrahim, dukungan terhadap kebijakan pelonggaran moneter kini makin kuat di internal The Fed. Gubernur Christopher Wall secara terbuka menyatakan persetujuan terhadap pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps). Dukungan yang sama juga datang dari Stephen Miran, gubernur baru The Fed, yang bahkan lebih agresif mendorong langkah tersebut.
Selain faktor kebijakan moneter, pasar juga dibayangi ketegangan geopolitik dan perang dagang yang kembali memanas antara AS dan Tiongkok. Presiden Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tarif 100 persen untuk seluruh produk impor asal Tiongkok mulai November mendatang.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan memburuknya hubungan dagang kedua negara dan berdampak negatif terhadap stabilitas ekonomi global.
Situasi di AS juga di perburuk oleh kebijakan government shutdown yang masih berlangsung, menyebabkan penundaan rilis sejumlah data ekonomi penting. “Kondisi ini menekan kepercayaan pasar dan menimbulkan kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi jangka pendek,” terang Ibrahim.
Dari sisi geopolitik, Trump juga menyampaikan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah sepakat untuk bertemu. Namun, waktu dan lokasi pertemuan tersebut belum di umumkan secara resmi.
Sementara dari dalam negeri, pelaku pasar menyoroti data terbaru dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang menunjukkan capaian investasi kuartal III-2025 mencapai Rp491,4 triliun. Angka ini tumbuh 13,9 persen di banding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Secara kumulatif, realisasi investasi sepanjang Januari hingga September 2025 mencapai Rp1.434,3 triliun, atau sekitar 75,3 persen dari target nasional sebesar Rp1.905,6 triliun.
Dari total tersebut, Penanaman Modal Asing (PMA) menyumbang Rp212 triliun, sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp279,4 triliun.
Negara asal investasi terbesar masih di dominasi oleh Singapura dengan nilai investasi USD3,8 miliar, di ikuti Hongkong (USD2,7 miliar), Tiongkok (USD1,9 miliar), Malaysia (USD1 miliar), dan Amerika Serikat (USD800 juta).
Pertumbuhan positif ini menjadi sinyal bahwa kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia tetap terjaga meskipun nilai tukar rupiah sedang tertekan.
Pelemahan rupiah menjelang akhir pekan menjadi refleksi dari meningkatnya ketidakpastian global akibat kebijakan moneter AS dan risiko geopolitik. Meski demikian, fundamental ekonomi Indonesia yang masih solid, terutama di sektor investasi, di harapkan mampu menopang stabilitas ekonomi nasional dalam jangka menengah. (Tim)









