Britainaja, Jakarta – Pemerintah tengah berupaya menuntaskan persoalan utang pembangunan proyek KCJB. Salah satu opsi yang kini menjadi sorotan adalah pengambilalihan kewajiban pembayaran utang oleh Danantara, sebagai holding BUMN yang menaungi proyek strategis tersebut.
Menurut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Danantara memiliki kapasitas finansial yang cukup kuat untuk menanggung kewajiban itu. Pasalnya, lembaga tersebut sudah menerima sebagian besar dividen dari berbagai BUMN.
“Whoosh dikelola oleh Danantara. Mereka sudah ambil lebih dari 80 persen dividen dari BUMN, jadi seharusnya pembayaran utangnya bisa di tarik dari situ,” ujar Purbaya saat di temui di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) Graha Segara, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/10/2025).
Ia menegaskan, akan menjadi langkah keliru bila utang proyek besar seperti kereta cepat justru di bebankan kepada APBN. Menurutnya, hal itu tidak adil mengingat keuntungan dari proyek tersebut juga mengalir ke Danantara.
“Kalau pakai APBN dulu malah lucu, karena untungnya ke mereka, tapi bebannya ke kita. Kalau mau ambil keuntungan, ya tanggung jawabnya juga di ambil,” tambahnya.
Purbaya mengingatkan kembali bahwa pemerintah tidak ingin dana negara di gunakan untuk menutup utang proyek Whoosh. Ia menyebut, seharusnya manajemen Danantara bisa memanfaatkan hasil dividen yang rata-rata mencapai Rp80 triliun per tahun untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“KCIC itu di bawah Danantara, dan mereka sudah punya manajemen sendiri. Harusnya mereka kelola keuangan dari dividen itu, bukan minta dari APBN,” ujar Purbaya dalam kesempatan terpisah saat Media Gathering di Bogor, Jumat (10/10/2025).
Sebelumnya, dividen dari BUMN memang dikelola oleh Kementerian Keuangan melalui pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa kekayaan negara yang di pisahkan. Namun setelah terbentuknya Danantara sebagai holding investasi, sebagian besar dividen kini langsung masuk ke kas lembaga tersebut.
Sementara itu, Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah opsi untuk membenahi utang proyek KCJB. Salah satu alternatif yang sedang di kaji adalah menyerahkan aset infrastruktur KCIC kepada pemerintah.
Dengan skema tersebut, KCIC akan fokus sebagai operator jasa tanpa memiliki aset fisik atau di kenal dengan model bisnis asset-light. Jika opsi ini di ambil, maka kepemilikan infrastruktur akan berpindah ke pemerintah dan secara otomatis beban utangnya masuk ke APBN.
“Opsi pertama bisa berupa penambahan modal bagi PT Kereta Api Indonesia (KAI) agar bisa lebih mandiri secara finansial. Dengan begitu, bunga dan kewajiban utang bisa di tata lebih proporsional,” jelas Dony saat di temui di JICC Senayan, Jakarta, Kamis (9/10).
Dony menambahkan, pihaknya masih melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan opsi terbaik. Tujuannya agar solusi yang di ambil tidak hanya menyelesaikan persoalan utang, tetapi juga memperkuat struktur keuangan Danantara dan keberlanjutan proyek Whoosh ke depan.
Pemerintah berharap penyelesaian masalah keuangan proyek kereta cepat dapat di lakukan tanpa membebani APBN. Dengan dukungan Danantara sebagai pengelola investasi BUMN, proyek strategis nasional ini di harapkan bisa tetap beroperasi optimal sekaligus memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat. (Tim)