Britainaja – Jauh sebelum nama Indonesia menggema, lautan Nusantara pernah berada di bawah kendali satu kekuatan maritim yang legendaris. Kekuatan itu adalah Kerajaan Sriwijaya, sebuah kedatuan yang pengaruhnya membentang dari Selat Malaka hingga Laut Jawa. Keberadaannya bukan sekadar catatan kaki dalam sejarah, melainkan sebuah babak penting yang membentuk DNA kemaritiman bangsa.
Artikel ini akan membawa Anda menelusuri jejak sejarah Kerajaan Sriwijaya secara mendalam. Mulai dari awal kemunculannya, puncak kejayaannya sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan, hingga faktor-faktor yang menyebabkan kemundurannya. Mari kita selami bersama kisah sang penguasa lautan yang pernah disegani di Asia Tenggara.
Awal Mula Berdirinya Kedatuan Sriwijaya
Kelahiran Sriwijaya tidak terjadi dalam semalam, melainkan melalui proses panjang yang terekam dalam peninggalan arkeologis. Bukti-bukti awal menunjukkan kemunculannya sebagai kekuatan politik dan ekonomi yang signifikan pada abad ke-7 Masehi, berpusat di wilayah yang kini kita kenal sebagai Palembang, Sumatra Selatan.
Catatan paling otentik mengenai awal mula Sriwijaya datang dari serangkaian prasasti kuno. Salah satu yang terpenting adalah Prasasti Kedukan Bukit (682 M), yang mengisahkan perjalanan suci Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Perjalanan ini diyakini sebagai ekspedisi militer sekaligus spiritual untuk mendirikan sebuah wanua (pemukiman) yang menjadi cikal bakal kedatuan besar ini.
Pemilihan Palembang sebagai pusat pemerintahan bukanlah tanpa alasan. Lokasinya di tepi Sungai Musi memberikan akses langsung ke Selat Malaka, salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Posisi strategis ini memungkinkan Sriwijaya untuk mengontrol lalu lintas perdagangan, memungut cukai, dan membangun jaringan ekonomi yang kuat dengan pedagang dari Tiongkok, India, hingga Persia.
Puncak Kejayaan: Hegemoni Maritim dan Pusat Intelektual
Memasuki abad ke-8 hingga ke-11, Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya. Pada masa ini, pengaruhnya tidak hanya terbatas pada kekuatan militer, tetapi juga sebagai pusat peradaban, pendidikan, dan penyebaran agama Buddha yang terkemuka di kawasan Asia Tenggara.
Kunci utama kekuatan ekonomi Sriwijaya adalah kemampuannya mendominasi dua jalur air vital: Selat Malaka dan Selat Sunda. Semua kapal dagang yang membawa komoditas berharga seperti rempah-rempah, emas, kapur barus, dan sutra harus melewati wilayah kekuasaannya. Kontrol ini mendatangkan kekayaan melimpah yang digunakan untuk memperkuat armada laut dan memperluas pengaruh politiknya.
Untuk menjaga hegemoninya, Sriwijaya membangun armada laut yang sangat kuat dan disegani. Armada ini tidak hanya berfungsi sebagai kekuatan tempur, tetapi juga sebagai penjaga keamanan di sepanjang jalur pelayaran. Mereka memberantas bajak laut dan memastikan para pedagang dapat berlayar dengan aman, sebuah jaminan yang membuat banyak kerajaan lain tunduk dan membayar upeti.
Sriwijaya juga dikenal sebagai pusat studi agama Buddha Mahayana yang masyhur. Catatan seorang biksu Tiongkok, I-Tsing, pada abad ke-7 menyebutkan bahwa ribuan pendeta dan pelajar dari berbagai negara datang ke Sriwijaya untuk mendalami ajaran Buddha sebelum melanjutkan perjalanan ke India. Nama besar seperti Sakyakirti, seorang mahaguru Buddha, mengajar di sini dan menjadikan Sriwijaya pusat intelektual yang dihormati.
Faktor Kemunduran dan Runtuhnya Sriwijaya
Seperti peradaban besar lainnya, Sriwijaya pun mengalami fase kemunduran. Roda sejarah terus berputar, dan serangkaian faktor internal maupun eksternal secara perlahan menggerogoti kekuatan sang penguasa maritim hingga akhirnya runtuh pada abad ke-13.
Salah satu pukulan terbesar datang dari luar. Pada tahun 1025, Kerajaan Chola dari India Selatan di bawah pimpinan Raja Rajendra Chola I melancarkan serangan besar-besaran yang melumpuhkan pelabuhan-pelabuhan utama Sriwijaya. Meski berhasil bangkit, serangan ini meninggalkan luka mendalam. Di tingkat regional, kekuatan baru seperti Kerajaan Singhasari dari Jawa melalui Ekspedisi Pamalayu juga mulai menantang dominasi Sriwijaya.
Melemahnya kontrol pusat membuat banyak kerajaan bawahan mulai melepaskan diri dan tidak lagi membayar upeti. Selain itu, perubahan geopolitik dan munculnya pelabuhan-pelabuhan pesaing baru membuat sebagian lalu lintas perdagangan beralih. Hal ini secara signifikan mengurangi pendapatan kerajaan dan mempercepat proses kemundurannya.
Warisan dan Peninggalan Abadi Kerajaan Sriwijaya
Meskipun telah lama runtuh, warisan Sriwijaya tetap hidup dan relevan hingga hari ini. Peninggalannya bukan hanya berupa candi atau artefak, tetapi juga konsep dan gagasan yang terus menginspirasi generasi selanjutnya.
Peninggalan fisik seperti kompleks Candi Muaro Jambi dan Candi Muara Takus menjadi bukti bisu kemegahan arsitektur dan religiusitas pada masanya. Namun, warisan terbesarnya adalah konsep negara maritim yang menyatukan Nusantara melalui kekuatan laut dan perdagangan. Gagasan ini kemudian di lanjutkan dan disempurnakan oleh kerajaan-kerajaan penerusnya, termasuk Kerajaan Majapahit.
Jejak Sriwijaya dalam Sejarah Bangsa
Sejarah Kerajaan Sriwijaya adalah cermin yang merefleksikan betapa besarnya potensi bahari yang di miliki Nusantara. Kisahnya mengajarkan kita tentang visi, kekuatan diplomasi, dan pentingnya menguasai lautan. Mempelajarinya berarti memahami salah satu akar fundamental yang membentuk identitas Indonesia sebagai negara maritim.
Bagikan artikel ini ke media sosial Anda agar lebih banyak orang mengenal kebesaran sejarah bangsa. Jangan lupa, baca juga artikel menarik kami lainnya di media klikinaja.com! (Tim)