Britainaja – Di ujung barat Pulau Sumatra, di antara kabut yang bergelayut di punggungan Bukit Barisan, berdiri Gunung Kerinci, raksasa setinggi 3.805 meter di atas permukaan laut. Dari kejauhan, puncaknya kerap diselimuti awan, seolah menyimpan rahasia alam yang menunggu untuk dijelajahi. Gunung ini bukan sekadar bentang alam, tetapi juga ikon kebanggaan Provinsi Jambi dan Sumatra Barat, menjadi saksi sejarah, rumah bagi satwa langka, dan tujuan pendakian yang menantang bagi para pecinta alam.
Sebagai gunung berapi aktif tertinggi di Indonesia, Kerinci memiliki karakter yang unik. Aktivitas vulkaniknya tercatat oleh Badan Geologi, dan letusan terakhir berskala kecil terjadi pada tahun 2009. Meski begitu, pesonanya tak pernah pudar. Setiap tahun, ribuan pendaki dari dalam maupun luar negeri menapaki jalurnya, menguji fisik sekaligus mengagumi keagungan alam.
Jejak Sejarah dan Letak Geografis
Gunung Kerinci terletak di perbatasan Kabupaten Kerinci, Jambi, dan Kabupaten Solok Selatan, Sumatra Barat. Ia merupakan bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), kawasan konservasi seluas 1,38 juta hektar yang masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO sejak 2004. TNKS menjadi habitat penting harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), tapir Asia, beruang madu, hingga ratusan spesies burung endemik.
Sejarah geologinya terbentuk dari aktivitas tektonik dan vulkanik selama jutaan tahun, membentuk lereng curam dengan tanah subur yang menopang perkebunan teh, kopi, dan kayu manis. Tidak heran, di kaki gunung terbentang Kebun Teh Kayu Aro, salah satu perkebunan teh tertinggi dan tertua di dunia yang dibangun pada era kolonial Belanda.
Menuju Kersik Tuo: Gerbang Pendakian
Perjalanan menuju Gunung Kerinci umumnya dimulai dari Kota Padang. Dari sini, pendaki menempuh jalur darat sekitar 7–8 jam melalui rute pesisir barat, melewati Painan, Muko-Muko, hingga berbelok ke arah Kayu Aro. Sepanjang jalan, mata dimanjakan panorama sawah bertingkat, hutan hujan tropis, dan rumah-rumah panggung khas Minangkabau.
Desa Kersik Tuo adalah titik awal pendakian dan pusat logistik. Di sini, udara pegunungan yang sejuk bercampur aroma teh segar dari perkebunan. Pendaki mengurus SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) di pos TNKS, menyewa porter atau pemandu, dan mempersiapkan perbekalan. Desa ini memiliki fasilitas penginapan sederhana, warung makan, dan penyewaan perlengkapan mendaki.
Jalur Resmi Kersik Tuo
Pendakian dimulai dari gerbang perkebunan teh Kayu Aro. Jalur awal cukup landai, melewati hamparan teh yang rapi, sebelum masuk ke hutan hujan tropis. Hutan ini kaya akan flora seperti pohon rasamala, medang, dan kantong semar (Nepenthes spp.), serta fauna seperti burung kukang dan lutung.
Rincian jalur:
-
Basecamp – Pos 1 (±1 jam)
Jalur tanah datar melewati kebun teh. Cocok untuk pemanasan. -
Pos 1 – Pos 2 (±1 jam)
Medan mulai menanjak, akar pohon menjadi pijakan alami. -
Pos 2 – Pos 3 (±1,5 jam)
Hutan semakin lebat, jalur licin jika hujan. -
Pos 3 – Shelter 1 (±1 jam)
Tersedia area datar untuk istirahat dan mendirikan tenda. -
Shelter 1 – Shelter 2 (±1,5 jam)
Tanjakan curam, vegetasi mulai jarang. Shelter 2 sering menjadi lokasi kemah terakhir. -
Shelter 2 – Shelter 3 (±1 jam)
Jalur terbuka, angin kencang, sering diselimuti kabut tebal. -
Shelter 3 – Puncak Indrapura (±3 jam)
Medan pasir vulkanik dan batuan terjal, memerlukan stamina dan kewaspadaan tinggi.
Menyongsong Fajar di Puncak Indrapura
Banyak pendaki memulai perjalanan ke puncak dari Shelter 2 pada pukul 02.00 dini hari. Udara menusuk tulang, dan hanya cahaya lampu kepala yang menuntun langkah. Dari Shelter 3, jalur menjadi lebih menantang dengan kemiringan hingga 45 derajat. Angin berhembus kencang, membawa aroma belerang dari kawah.
Ketika fajar tiba, cahaya keemasan perlahan membelah kabut. Dari puncak, hamparan awan bergulung di bawah kaki, Danau Gunung Tujuh terlihat biru pekat di sisi barat, dan deretan Bukit Barisan membentang sejauh mata memandang. Pada hari cerah, garis Samudra Hindia dapat terlihat samar di kejauhan.
Musim, Iklim, dan Tantangan
Suhu di puncak bisa turun hingga 3–5°C, bahkan lebih rendah jika angin kencang. Musim kemarau (Juni–September) adalah waktu terbaik untuk mendaki karena curah hujan rendah dan jalur relatif aman. Musim hujan membawa tantangan berupa jalur licin, potensi longsor kecil, dan jarak pandang terbatas.
Pendaki disarankan memantau status aktivitas vulkanik dari PVMBG sebelum berangkat. Meski jalur Kersik Tuo aman, perubahan kondisi alam dapat terjadi mendadak.
Perlengkapan dan Logistik
Mendaki Gunung Kerinci memerlukan persiapan matang. Peralatan yang wajib dibawa antara lain:
-
Sepatu gunung berdaya cengkeram kuat.
-
Jaket tebal tahan air dan angin, sarung tangan, kupluk.
-
Tenda, sleeping bag, dan matras.
-
Air minum minimal 3–4 liter per orang.
-
Makanan instan dan camilan berenergi tinggi.
-
P3K, obat pribadi, power bank, dan peta jalur.
Etika dan Keselamatan
TNKS adalah kawasan konservasi yang dilindungi. Pendaki wajib membawa kembali semua sampah, tidak merusak vegetasi, dan tidak memberi makan satwa liar. Gunakan pemandu lokal, khususnya bagi pendaki pemula, demi keamanan dan juga untuk mendukung ekonomi warga setempat.
Gunung Kerinci adalah perpaduan antara tantangan fisik, kekayaan biodiversitas, dan panorama yang memukau. Setiap langkah di jalurnya adalah perjalanan menyatu dengan alam, menapaki salah satu mahakarya geologis Nusantara. Bagi yang siap, Kerinci bukan sekadar puncak untuk ditaklukkan, melainkan pengalaman untuk dikenang seumur hidup.
(Wd)