Britainaja – Kabupaten Klungkung di Bali menyimpan sebuah desa bersejarah bernama Desa Adat Gelgel. Desa ini bukan sekadar tempat tinggal masyarakat adat, melainkan juga pusat budaya yang erat kaitannya dengan peninggalan Kerajaan Majapahit. Pada masa lalu, wilayah ini sempat menjadi pusat pemerintahan Dinasti Kepakisan, penerus tradisi Hindu Jawa.
Kejayaan Gelgel mencapai puncaknya ketika di pimpin oleh Dalem Watur Enggong. Pada era tersebut, kekuasaan kerajaan bahkan meluas hingga Lombok dan Blambangan. Walaupun masa itu telah lama berlalu, sisa-sisa peradaban masih jelas terlihat melalui struktur desa, nama banjar, pura, hingga prasasti yang tersebar di berbagai sudut Gelgel. Tak heran bila kawasan ini kerap di sebut sebagai desa heritage dengan kekayaan budaya tangible dan intangible yang masih terjaga.
Salah satu warisan paling terkenal dari Gelgel adalah seni lukis wayang Kamasan. Lukisan ini tidak hanya berfungsi sebagai karya seni visual, tetapi juga memiliki makna religius. Cerita Mahabharata dan Ramayana menjadi tema utama, di padukan dengan filosofi Hindu yang dalam.
Namun, di tengah perkembangan zaman, minat generasi muda terhadap seni klasik ini mulai menurun. Pande Sumantra, pemilik Sanggar Rumah Wayang Kamasan, mengakui tantangan besar tersebut. Ia berupaya agar seni ini tetap lestari, antara lain dengan mengadakan pelatihan untuk anak-anak muda agar mereka bisa ikut melanjutkan tradisi leluhur.
Selain seni lukis, tari wayang wong juga menjadi warisan budaya penting di Desa Gelgel. Tarian ini memiliki peran sakral karena di pentaskan pada upacara keagamaan, khususnya di Pura Bale Batur Kamasan. Nilai spiritualnya begitu kental, sehingga tarian ini di sebut sebagai tarian wali, yakni tari yang hanya di pentaskan dalam konteks ritual.
Untuk mencegah hilangnya tradisi, para penari senior rutin melatih generasi muda, terutama kalangan sekaha teruna-teruni. Langkah regenerasi ini penting agar tarian wayang wong tidak sekadar menjadi tontonan wisata, melainkan tetap bernapas dalam dimensi spiritual masyarakat Bali.
Warisan Gelgel tidak hanya hadir dalam bentuk seni tari dan lukis, tetapi juga melalui naskah lontar kuno. Salah satu karya penting adalah lontar hasil tulisan I Gusti Arya Dauh Bale Agung. Lontar ini merekam banyak pengetahuan, mulai dari sastra, sejarah, hingga filsafat hidup masyarakat Bali.
Mengingat bahan lontar mudah rapuh, digitalisasi menjadi solusi. Peneliti dari BRIN bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk menyelamatkan isi lontar agar tetap bisa di pelajari generasi mendatang. Menurut Martina, salah satu peneliti, digitalisasi ini sangat penting untuk melestarikan naskah klasik tanpa merusak bahan aslinya.
Universitas Warmadewa ikut ambil bagian dalam upaya pelestarian budaya Gelgel. Dr. I Made Mardika, salah satu penggagas program pengabdian masyarakat, menegaskan bahwa revitalisasi budaya bukan hanya menjaga keaslian, tetapi juga membuka ruang ekonomi kreatif.
Program yang di jalankan meliputi workshop melukis wayang Kamasan, pelatihan tari wayang wong, hingga digitalisasi lontar. Para remaja yang mengikuti pelatihan di berikan kesempatan untuk menyalurkan kreativitas, misalnya dengan melukis wayang Kamasan pada tas kantong. Dengan begitu, seni tradisi tampil lebih modern dan bisa di terima generasi muda.
Pelestarian budaya Gelgel tidak berhenti pada sisi spiritual semata. Karya seni yang di hasilkan juga bisa menjadi peluang pemberdayaan ekonomi. Misalnya, tas bermotif Kamasan yang di kerjakan anak muda bisa di jual sebagai produk khas lokal. Hal ini memberi nilai tambah sekaligus menjaga relevansi budaya dengan kehidupan sehari-hari.
Mardika menegaskan bahwa pendekatan ini membantu menjembatani tradisi dan modernitas. Seni tradisi tetap hidup, namun dengan wajah baru yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat desa.
Kini, Desa Gelgel tak hanya di kenal sebagai situs sejarah, tetapi juga berkembang sebagai living culture yang hidup bersama masyarakatnya. Kehidupan adat, tradisi keagamaan, dan aktivitas seni masih berjalan berdampingan dengan kehidupan modern.
Dengan kekayaan budaya yang di milikinya, Gelgel berpotensi menjadi destinasi wisata budaya Bali yang autentik. Wisatawan tidak hanya di suguhi keindahan pura atau seni tari, melainkan bisa menyaksikan bagaimana tradisi kuno tetap hidup dalam keseharian masyarakat.
Desa Adat Gelgel di Klungkung, Bali, adalah bukti nyata bagaimana sebuah komunitas mampu menjaga warisan leluhur sekaligus menyesuaikannya dengan kebutuhan zaman. Seni lukis Kamasan, tari wayang wong, hingga lontar klasik bukan hanya benda warisan, tetapi juga identitas yang di wariskan lintas generasi.
Keberadaan program revitalisasi memberi harapan agar budaya Gelgel terus lestari, bahkan berkembang sebagai bagian dari ekonomi kreatif masyarakat. Bagi wisatawan maupun peneliti budaya, Gelgel adalah destinasi yang tak hanya menyajikan sejarah, tetapi juga pengalaman hidup tentang bagaimana tradisi bisa terus bernapas di tengah modernitas. (Tim)