Britainaja, Jakarta – Perubahan iklim tak hanya berdampak pada alam dan infrastruktur, tetapi juga menjadi tantangan besar bagi kesehatan anak-anak di Indonesia. Kondisi iklim yang semakin ekstrem dinilai dapat menghambat tumbuh kembang anak dan meningkatkan risiko stunting.
Menurut dr. Dayu Purnama, Spesialis Anak, perubahan iklim dapat memperburuk status gizi anak dan menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka stunting. Ia menyampaikan bahwa berbagai fenomena cuaca ekstrem turut memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan anak.
“Faktor iklim sangat berpengaruh pada perkembangan anak, dan dapat menjadi pemicu stunting,” jelasnya saat diwawancarai pada Minggu (20/4/2025). Ia menekankan perlunya perhatian serius terhadap aspek lingkungan dalam menjaga kesehatan anak.
Salah satu contoh dampak iklim ekstrem adalah gelombang panas (heatwave), yang bisa menyebabkan anak mengalami heatstroke. Kondisi ini seringkali menurunkan nafsu makan anak, sehingga asupan gizi penting bisa terganggu di masa pertumbuhan.
“Heatstroke bisa menurunkan selera makan anak. Jika dibiarkan, tentu bisa berdampak pada kecukupan nutrisi mereka,” ujarnya. Ia memperingatkan bahwa kekurangan gizi dalam jangka panjang bisa memperbesar kemungkinan terjadinya stunting.
Selain itu, bencana alam seperti banjir yang dipicu oleh iklim ekstrem juga memperparah risiko kesehatan. Terbatasnya air bersih saat bencana bisa menyebabkan penyakit seperti diare, yang turut menurunkan kondisi gizi anak.
“Ketika banjir terjadi dan akses air bersih terganggu, anak-anak sangat rentan terkena diare,” jelas dr. Dayu. Dalam situasi seperti ini, intervensi cepat dan efektif sangat penting untuk mencegah memburuknya kondisi gizi.
Perubahan pola musim juga berdampak pada ketahanan pangan. Ketidakpastian cuaca dapat menyebabkan gagal panen, yang pada akhirnya mengurangi ketersediaan bahan pangan bergizi, terutama bagi anak-anak.
“Musim yang tidak menentu bisa menyebabkan panen gagal, dan itu akan memengaruhi pasokan makanan sehat,” tambahnya. Situasi ini berdampak langsung pada akses masyarakat terhadap sumber nutrisi yang dibutuhkan.
Di tengah kondisi darurat seperti di lokasi pengungsian, dr. Dayu menekankan pentingnya menyediakan makanan bergizi tinggi seperti telur, yang mudah diperoleh dan bernilai protein tinggi.
“Di pengungsian sekalipun, penting memastikan anak-anak tetap mendapat asupan protein, misalnya dari telur,” katanya. Ia mengingatkan bahwa strategi menghadapi perubahan iklim juga harus mencakup upaya pemenuhan gizi bagi anak secara menyeluruh. (***)