Britainaja, Jakarta – Radio Republik Indonesia (RRI) melaporkan seorang oknum berinisial ANSN ke Polres Metro Jakarta Pusat. Ia di duga terlibat dalam pemalsuan dokumen Surat Perintah Kerja (SPK) dengan mencatut nama pejabat internal lembaga penyiaran publik tersebut.
Langkah hukum ini di tempuh setelah adanya konfirmasi kerugian yang di alami sejumlah pihak, termasuk perusahaan PT KITA KATA yang merasa di rugikan akibat dokumen palsu itu.
Dalam kasus ini, ANSN diduga berperan seolah-olah sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ia membuat dokumen palsu terkait program siaran fiktif berjudul “Jejak Sandera”.
Tidak hanya bekerja sendiri, ANSN di sebut melibatkan dua pegawai internal RRI, masing-masing berinisial AIH (PNS) dan WRF (pegawai PBPNS). Mereka di duga menyusun SPK palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi, bahkan di gunakan untuk mengajukan pinjaman dana produksi.
Untuk meyakinkan pihak luar, ANSN dan WRF menghubungi beberapa satuan kerja RRI daerah, seperti di Ambon dan Ternate. Satker tersebut hanya mengetahui dokumen itu berasal dari PT KITA KATA, di mana ANSN di sebut sebagai direktur. Mereka sama sekali tidak mengetahui adanya tindak pidana di baliknya.
Temuan ini langsung di respons oleh Tim Penegakan Disiplin Internal RRI. Dari hasil pemeriksaan, terbukti ANSN bersama AIH dan WRF melakukan pemalsuan secara sistematis.
RRI telah menjatuhkan sanksi kepada WRF berupa Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri sejak 9 Juli 2025. Sedangkan terhadap AIH, RRI telah mengajukan usulan sanksi serupa ke Kementerian Komunikasi dan Digital pada 30 Juli 2025.
Laporan resmi ke pihak berwenang telah teregister dengan nomor LP/B/2691/IX/2025/SPKT/POLRES METRO JAKPUS/POLDA METRO JAYA. Kasus ini di proses sesuai Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen.
Selain menimbulkan kerugian finansial bagi pihak luar, kasus ini juga mencoreng nama baik RRI sebagai lembaga penyiaran publik nasional. PT KITA KATA menjadi salah satu pihak yang melaporkan kerugian akibat penggunaan SPK palsu tersebut.
Dengan adanya laporan resmi, RRI berharap proses hukum dapat berjalan transparan sehingga bisa memberikan efek jera bagi pelaku.
Direktur Layanan dan Pengembangan Usaha RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, mengingatkan masyarakat agar selalu berhati-hati. Ia menegaskan agar publik tidak mudah percaya dengan dokumen atau informasi yang mencatut nama institusi tanpa verifikasi yang jelas.
“Kami mengajak masyarakat melaporkan jika menemukan dokumen atau aktivitas yang mencurigakan. RRI akan menindaklanjuti setiap laporan dengan terbuka,” ujar Yonas.
Kasus pemalsuan SPK ini menunjukkan betapa pentingnya kewaspadaan terhadap dokumen yang mengatasnamakan lembaga resmi. RRI memastikan pihaknya akan terus berkomitmen menjaga integritas kelembagaan serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam menuntaskan perkara ini. (Tim)