Britainaja – Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang bukan hanya kaya akan keindahan alam, tetapi juga menyimpan kekayaan budaya yang luar biasa. Dari Sabang hingga Merauke, setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri dalam bentuk adat, tradisi, dan kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun. Bahkan di era modern sekalipun, banyak komunitas adat di Indonesia yang tetap mempertahankan cara hidup tradisional, menjadikannya daya tarik wisata budaya yang memikat wisatawan domestik maupun mancanegara.
Bagi Anda yang tertarik untuk mengeksplorasi budaya lokal secara lebih dekat, mengunjungi desa adat bisa menjadi pilihan yang sangat tepat. Tak hanya akan memperkaya wawasan, perjalanan ini juga bisa membawa kita pada pengalaman yang akan menyentuh sisi spiritual dan kemanusiaan. Berikut ini adalah 10 destinasi adat yang paling unik di Indonesia yang layak masuk dalam bucket list Anda:
1. Desa Wae Rebo, Nusa Tenggara Timur

Terletak di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut, Desa Wae Rebo dikenal sebagai “desa di atas awan” yang menawarkan pesona budaya dan keindahan alam sekaligus. Akses ke desa ini tidak mudah—pengunjung harus menempuh jalur pendakian sejauh 7 km selama sekitar 3 hingga 4 jam. Namun, lelah anda akan terbayar lunas saat kita tiba di desa yang dikelilingi oleh kabut tipis dan barisan rumah adat yang berbentuk kerucut yang disebut Mbaru Niang.
Wae Rebo menjadi representasi budaya suku Manggarai yang masih mempertahankan nilai-nilai leluhur. Selain menginap dan berinteraksi langsung dengan warga setempat, wisatawan juga bisa untuk menyaksikan upacara adat, proses tenun tradisional, hingga menikmati kopi khas Wae Rebo yang terkenal aromatik.
Google Maps: Klik disini
2. Kampung Naga, Tasikmalaya, Jawa Barat

Kampung Naga merupakan perkampungan adat Sunda yang masih sangat kuat mempertahankan nilai-nilai tradisional. Terletak di lembah sungai Ciwulan dan dikelilingi oleh perbukitan yang hijau, desa ini seolah menjadi oase budaya di tengah arus modernisasi.
Rumah-rumah penduduk setempat dibuat dari bambu dengan atap ijuk dan disusun dengan rapi mengikuti kontur tanah. Masyarakat Kampung Naga secara tegas menolak penggunaan listrik, teknologi modern, hingga transportasi bermotor. Semua aktivitas dilakukan secara tradisional—memasak dengan tungku kayu bakar, menenun secara manual, dan bertani dengan cara warisan leluhur.
Berkunjung ke sini ibarat menembus lorong waktu ke masa lalu Sunda yang damai dan bersahaja.
Google Maps: Klik disini
3. Komunitas Adat Baduy Dalam, Banten

Suku Baduy adalah merupakan masyarakat adat yang tinggal di daerah pedalaman Kabupaten Lebak Banten. Suku Baduy terbagi menjadi dua komunitas utama, yaitu Baduy Luar yang lebih terbuka dan Baduy Dalam yang sangat tertutup terhadap dunia luar, masyarakat ini hidup tanpa listrik, teknologi dan bahkan tanpa alas kaki.
Wilayah Baduy Dalam dijaga ketat oleh aturan adat. Pengunjung yang datang diharuskan menghormati tatanan tersebut: tidak boleh memotret, membawa gadget, dan harus berjalan kaki. Namun dari larangan-larangan itulah, tersimpan filosofi hidup yang sangat dalam: kesederhanaan, keselarasan dengan alam, dan penghormatan terhadap leluhur.
Perjalanan ke Baduy bukan hanya sekadar wisata saja tetapi adalah sebuah pelajaran hidup.
Google Maps: Klik disini
4. Desa Trunyan, Kintamani, Bali

Ketika mendengar Bali, yang terbayang biasanya pantai, pura, atau pertunjukan seni. Namun di tepi Danau Batur, terdapat sebuah desa adat yang bernama Trunyan yang menawarkan wajah Bali yang berbeda. Tradisi pemakaman di Trunyan sangat unik: jenazah tidak dikubur atau dikremasi, melainkan diletakkan di bawah pohon besar yang disebut Taru Menyan.
Anehnya, jenazah-jenazah yang tergeletak tersebut tidak menimbulkan bau busuk karena pohon Taru Menyan mengeluarkan aroma harum alami yang mampu menetralisasi bau jenazah tersebut. Desa ini adalah contoh nyata bagaimana kepercayaan lokal dan keajaiban alam berpadu menciptakan kekayaan budaya yang mengagumkan.
Google Maps: Klik disini
5. Kampung Adat Ratenggaro, Sumba

Sumba dikenal dengan padang sabana dan pantainya yang eksotis. Namun, Ratenggaro adalah sebuah kampung adat di Sumba Barat Daya yang menjadi destinasi budaya yang tidak boleh untuk dilewatkan. Rumah adat Ratenggaro tersebut lebih dikenal dengan bentuk atap menaranya yang menjulang tinggi, mencerminkan strata sosial dan filosofi hidup masyarakatnya.
Di halaman kampung, berdiri batu-batu kubur megalitikum yang masih digunakan hingga kini. Tradisi adat seperti pasola, tarian perang, dan kain tenun Sumba turut memperkuat nilai budaya di tempat ini. Pengalaman berkunjung ke Kampung Adat Ratenggaro adalah menyelami sebuah warisan megalitikum yang masih hidup dan bernapas hingga kini.
Google Maps: Klik disini
6. Kampung Bena, Bajawa, Flores

Kampung Bena adalah merupakan salah satu kampung adat tertua di Flores yang telah berusia lebih dari 1.000 tahun. Letaknya berada di atas bukit dengan pemandangan langsung ke Gunung Inerie. Rumah adat di kampung ini tersusun berjenjang dengan halaman tengah yang menjadi pusat kegiatan adat.
Di bagian tengah kampung, terdapat susunan batu megalitik, altar, dan totem yang berfungsi sebagai tempat persembahan leluhur. Masyarakat Bena sangat menjunjung tinggi nilai spiritual, dan kunjungan ke sini biasanya disertai dengan pemandu lokal agar wisatawan memahami etika dan filosofi adat yang berlaku.
Google Maps: Klik disini
7. Lio Mbuli, Ende, NTT

Kampung adat ini merupakan pusat budaya suku Lio yang masih mempraktikkan tradisi leluhur seperti upacara syukur panen Pati Ka Mbuli, penggunaan motif tenun ikat simbolis, serta penyimpanan mumi leluhur dalam gua batu. Warga Lio masih memegang erat tradisi kosmologis yang menghubungkan antara manusia dengan alam dan arwah leluhur.
Menjelajah Lio Mbuli membuka mata kita bahwa warisan leluhur tidak selalu ditampilkan secara besar-besaran—justru dalam kesederhanaan itulah makna terdalam budaya ditemukan.
Google Maps: Klik disini
8. Lembah Baliem, Papua – Rumah Suku Dani

Suku Dani yang mendiami Lembah Baliem di Papua terkenal karena rumah adat mereka yang disebut Honai, serta tradisi perang suku dan upacara potong jari (iki palek) sebagai simbol duka. Festival Lembah Baliem yang rutin diadakan setiap tahun tersebut menarik untuk menjadi perhatian dunia karena menampilkan parade budaya, seni bela diri tradisional dan tarian adat secara masif.
Masyarakat Dani hidup berdampingan dengan alam dan menjaga ekosistem pegunungan tengah Papua yang masih sangat alami. Mengunjungi tempat ini seolah menginjakkan kaki di tanah dengan kearifan kuno yang masih hidup hingga kini.
Google Maps: Klik disini
9. Desa Tenganan Pegringsingan, Karangasem, Bali

Tenganan adalah desa Bali Aga atau Bali asli yang tidak terpengaruh dengan budaya Majapahit. Desa ini memiliki sistem sosial unik, kalender adat sendiri, dan ritual khas seperti Perang Pandan—pertarungan simbolis antar pemuda menggunakan daun pandan berduri.
Tenganan juga merupakan satu-satunya tempat di dunia yang menghasilkan kain Geringsing, kain tenun ikat ganda yang dipercaya memiliki kekuatan magis dan hanya diwariskan antar generasi. Desa ini menjadi tempat yang sempurna bagi siapa saja yang ingin melihat sisi lain dari Bali yang penuh dengan ketenangan dan nilai sakral.
Google Maps: Klik disini
10. Desa Adat Kemiren, Banyuwangi

Kemiren merupakan pusat budaya suku Osing, kelompok etnis asli Banyuwangi. Di sini, wisatawan dapat menyaksikan pertunjukan tari Gandrung, mencicipi kuliner khas seperti pecel pitik, serta mengenal filosofi arsitektur rumah Joglo Osing yang mencerminkan keharmonisan antara manusia dan alam.
Acara adat Seblang yang digelar setiap tahun adalah merupakan sebuah ritual penyucian desa yang dilakukan oleh perempuan terpilih. Prosesi ini sarat akan makna spiritual dan menjadi simbol ikatan antara warga dengan alam dan leluhurnya.
Google Maps: Klik disini
(Wd)