Britainaja – Generasi Z atau Gen Z semakin kritis dan menunjukkan kecenderungannya untuk mempertanyakan relevansi perguruan tinggi. Dari survei yang dilakukan oleh Deloitte Global 2025 yang melibatkan 23.482 responden dari 44 negara, termasuk535 dari Indonesia, sebanyak 31 % Gen Z memilih untuk tidak melanjutkan kuliah.
Alasannya yang paling dominan dari keputusan tersebut adalah tingginya biaya pendidikan, sebagaimana disebutkan oleh 39 % responden. Tak hanya itu, mereka juga merasakan bahwa sistem pendidikan tinggi saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan akan pengalaman praktis maupun fleksibilitas dalam proses belajar.
Berdasarkan data dari laporan ini menunjukkan bahwa 40 persen Gen Z khawatir akan tingginya biaya kuliah, sementara 35 persen meragukan akan kualitas dari pendidikan yang tersedia. Sebanyak 28 persen menyebut terbatasnya peluang pengalaman praktis, yang dianggap penting untuk memasuki dunia kerja nantinya setelah selesai menempuh pendidikan tinggi.
Isu lain yang juga turut mengemuka yakni kurikulum yang dianggap kurang relevan terhadap kebutuhan pasar tenaga kerja (24 %), lamanya waktu tempuh kuliah (22 %), dan minimnya opsi pembelajaran fleksibel (20 %).
Sementara itu, di antara mereka yang memilih untuk tidak melanjutkan kuliah, terdapat sejumlah alasan utama lainnya. Selain karena kendala biaya (39 %) dan kondisi pribadi atau keluarga (34 %), banyak Gen Z yang lebih memilih belajar secara mandiri dengan sistem yang fleksibel (26 persen), atau menempuh jalur karier yang tidak memerlukan gelar akademik, seperti program magang kerja dan pelatihan vokasi (25 persen).
Namun tak sedikit pula yang kurang tertarik pada model pendidikan tradisional (21 %), merasa terbebani oleh kemungkinan utang pendidikan, hingga sudah atau tengah merintis usaha sendiri (19 persen).
Menariknya, sebagian Gen Z menilai pendidikan tinggi belum mampu mengejar perkembangan teknologi, khususnya dalam menyediakan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan industri modern seperti kecerdasan buatan (AI) dan transformasi digital.
Temuan ini memperlihatkan adanya pergeseran nilai di kalangan anak muda, yang kini lebih memprioritaskan relevansi, aksesibilitas, dan efisiensi dalam memilih jalur pendidikan dan karier. (***)