Britainaja – Kinerja saham produsen pesawat tempur Rafale, Dassault Aviation, terguncang setelah laporan jatuhnya sejumlah jet tempur dalam konflik antara India dan Pakistan. Sementara itu, saham Chengdu Aircraft Corporation, perusahaan asal Tiongkok yang memproduksi jet J-10 justru melonjak signifikan.
Pada perdagangan Rabu (7/5/2025), saham AVIC Chengdu Aircraft di bursa Shenzhen tercatat menguat sebesar 17,05 persen. Di sisi lain, nilai saham Dassault Aviation yang tercatat di bursa Paris menunjukkan tren penurunan, menyusul laporan keterlibatan jet-jet Rafale dalam insiden militer di kawasan Asia Selatan.
Situasi ini dipicu oleh laporan serangan udara India terhadap wilayah Pakistan. Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Asif, menyebut lima jet milik India berhasil ditembak jatuh dalam serangan dini hari tersebut. Dari jumlah itu, tiga merupakan jet Rafale buatan Prancis, sedangkan dua lainnya adalah jet produksi Rusia, yakni MiG-29 dan Su-30.
Meski tidak menjelaskan secara rinci metode yang digunakan, sejumlah foto reruntuhan jet tempur Rafale tersebar luas di media sosial dan diklaim jatuh di wilayah Jammu dan Kashmir. Pihak India hingga kini belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai insiden tersebut.
Minggu sebelumnya, Pakistan sempat mengklaim keberhasilannya dalam mengganggu sistem avionik empat unit Rafale India dengan teknologi pengacakan elektronik. Jet-jet tempur J-10 buatan Tiongkok dikabarkan memainkan peran penting dalam operasi tersebut.
Sebagai informasi, Pakistan mulai menerima pengiriman 25 unit J-10 sejak tahun 2022. Sementara itu, India mulai mengoperasikan Rafale sejak tahun 2020.
Jet Rafale milik India dilengkapi dengan mesin Snecma M88-2 dan radar RBE2 AESA produksi Thales. Sistem persenjataannya mencakup rudal MICA buatan Prancis serta rudal BrahMos hasil kerja sama India dan Rusia. Selain itu, Rafale juga dibekali teknologi pertahanan SPECTRA dan sistem tempur Beyond Visual Range (BVR) yang memungkinkan jet menargetkan musuh dari jarak jauh.
Tanggapan dan Aksi Balasan Pakistan
Dalam pertemuan Dewan Keamanan Nasional (NSC) Pakistan yang digelar Rabu siang, otoritas pertahanan negeri itu memberikan lampu hijau kepada militer untuk melakukan aksi balasan terhadap India. Strategi dan waktu pelaksanaan diserahkan sepenuhnya kepada komando militer.
“Serangan tanpa dasar terhadap kawasan sipil atas dalih keberadaan kelompok bersenjata telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa, termasuk pria, wanita, dan anak-anak tak berdosa, serta menghancurkan berbagai infrastruktur publik,” demikian pernyataan resmi NSC Pakistan.
Pemerintah Pakistan juga menuding bahwa salah satu target serangan India adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Neelum-Jhelum, sebuah proyek kerja sama dengan Tiongkok yang berada di wilayah Kashmir.
NSC turut mengingatkan bahwa Pakistan sebelumnya telah menawarkan penyelidikan independen atas insiden serangan di Pahalgam, Jammu dan Kashmir, yang terjadi pada 22 April 2025. Namun, hingga serangan terjadi, tawaran tersebut tidak mendapat tanggapan dari pihak India. (***)