Britainaja – Media sosial kembali ramai membahas ramalan mengejutkan yang dikaitkan dengan sosok peramal asal Jepang bernama Ryo Tatsuki, yang disebut-sebut sebagai “Baba Vanga dari Asia.” Ia diklaim pernah memprediksi kejadian besar dunia, termasuk pandemi COVID-19, dan kini ramai diperbincangkan karena disebut memprediksi kemunculan kembali virus mematikan pada tahun 2030. Fenomena ini menjadi sorotan publik karena muncul bersamaan dengan berita lonjakan kasus COVID-19 terbaru di India.
Apakah ini hanya sensasi belaka, atau ada pesan serius yang perlu kita renungkan?
Ryo Tatsuki adalah seorang ilustrator manga asal Jepang yang dikabarkan membuat serangkaian ramalan dalam bukunya yang terbit tahun 1999. Salah satu yang paling banyak dikutip adalah ramalannya tentang “penyakit misterius yang menyerang paru-paru dan menyebar global pada awal dekade 2020.” Ramalan itu secara tak langsung dianggap merujuk pada pandemi COVID-19.
Kini, publik kembali menyoroti ramalan dalam buku yang sama yang menyebut akan ada wabah baru pada tahun 2030. Belum diketahui secara pasti apakah prediksi ini kredibel atau hanya interpretasi publik terhadap tulisan yang bersifat simbolik.
India saat ini mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kasus COVID-19. Beberapa wilayah melaporkan varian baru yang lebih menular, meski gejalanya lebih ringan. Para ahli menyebut situasi ini sebagai efek dari menurunnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan, serta mutasi virus yang tak sepenuhnya bisa diprediksi.
Pemerintah India telah meningkatkan kapasitas rumah sakit dan mengimbau masyarakat untuk kembali mengenakan masker di ruang publik. Beberapa negara lain pun mulai mencatatkan kasus baru, meskipun dalam skala yang lebih kecil.
Dr. Yuki Tanaka, ahli epidemiologi dari Universitas Tokyo, menyebut bahwa prediksi-prediksi semacam ini seringkali bersifat “vague” dan bisa ditafsirkan ke banyak kejadian. “Fenomena ramalan menjadi viral bukan karena keakuratan, tapi karena publik mencari jawaban atas ketidakpastian,” jelasnya.
Sementara itu, Dr. Aryan Mukherjee dari Indian Institute of Science menekankan pentingnya kesiapsiagaan tanpa harus terpaku pada ramalan. “Yang perlu kita fokuskan adalah edukasi, vaksinasi, dan respons cepat terhadap potensi lonjakan,” katanya.
Psikolog sosial menyebutkan bahwa di masa penuh ketidakpastian, masyarakat cenderung mencari makna melalui hal-hal mistis atau spiritual. Ramalan yang sebelumnya tak terdengar pun bisa menjadi viral jika berkaitan dengan pengalaman kolektif seperti pandemi.
Selain itu, media sosial memiliki peran besar dalam menyebarkan klaim-klaim tanpa verifikasi, yang sering kali diterima publik sebagai kebenaran jika sudah mendapatkan cukup banyak share dan like.
Ramalan bisa menjadi refleksi, namun bukan pedoman ilmiah. Dalam menghadapi isu kesehatan global, pendekatan yang berbasis data dan sains tetap menjadi landasan utama. Edukasi publik, literasi digital, dan kesadaran akan pentingnya sumber informasi yang kredibel adalah langkah awal untuk menghadapi informasi viral semacam ini.
Pemerintah dan media juga memiliki tanggung jawab untuk menyaring informasi yang beredar dan menyajikan data yang akurat agar masyarakat tidak terjebak dalam kepanikan.
Kabar tentang prediksi kembalinya pandemi pada tahun 2030 oleh “Baba Vanga dari Jepang” kembali mencuat di tengah kekhawatiran publik atas varian baru COVID-19 di India. Meskipun menarik, informasi semacam ini sebaiknya disikapi secara rasional dan proporsional.
Alih-alih panik terhadap ramalan, kita lebih baik mempersiapkan diri dengan menjaga kesehatan, mengikuti perkembangan sains, dan menyaring informasi yang kita konsumsi. (Wd)