Britainaja – Peningkatan kasus tekanan darah tinggi (hipertensi) pada anak-anak telah menjadi perhatian serius di dunia kesehatan global. Data terbaru yang bersumber dari studi internasional menunjukkan lonjakan signifikan dalam dua dekade terakhir. Secara spesifik, prevalensi hipertensi pada anak laki-laki melonjak dari 3,40% menjadi 6,53%, sementara pada anak perempuan meningkat dari 3,02% menjadi 5,82% antara tahun 2000 hingga 2020.
Temuan mengkhawatirkan ini di dapatkan dari meta-analisis terhadap 96 studi yang melibatkan lebih dari 400 ribu anak dan remaja di berbagai negara. Analisis tersebut secara tegas menunjuk satu faktor utama penyebab peningkatan kasus darah tinggi pada anak: obesitas.
Anak dan remaja yang mengalami obesitas tercatat memiliki angka hipertensi yang paling tinggi. Angka ini disusul oleh kelompok yang kelebihan berat badan. Walaupun demikian, anak-anak dengan berat badan normal pun tetap ikut terdampak, menunjukkan bahwa risiko hipertensi meluas ke berbagai kelompok berat badan.
Para peneliti mencatat, “Jika tekanan darah diukur di klinik dan di konfirmasi sedikitnya tiga kali kunjungan, prevalensi globalnya mencapai 4,28%. Sementara itu, tambahan 8,15% anak dan remaja masuk dalam kategori prahipertensi.”
Dalam kelompok obesitas, angka tersebut jauh lebih tinggi. Risiko hipertensi terkonfirmasi meningkat hampir delapan kali lipat, dan risiko pra-hipertensi mencapai hampir 19%, jika di bandingkan dengan anak-anak yang memiliki berat badan normal. Studi ini kembali mempertegas adanya hubungan kuat antara penumpukan lemak tubuh dan peningkatan tekanan darah pada anak.
Penelitian ini merupakan meta-analisis global pertama yang menggabungkan data pengukuran tekanan darah dari lingkungan klinik dan luar klinik (misalnya, di rumah). Studi ini mencakup negara-negara dari seluruh kawasan WHO, mulai dari Afrika, Amerika, Eropa, hingga Asia Tenggara, yang melibatkan negara berpenghasilan tinggi dan rendah-menengah.
Secara umum, prevalensi hipertensi yang di ukur di klinik (berdasarkan 81 studi) adalah 4,28%. Angka ini meningkat seiring bertambahnya usia, mencapai puncaknya pada usia 14 tahun, kemudian menurun. Untuk pendekatan pengukuran gabungan, prevalensinya mencapai 6,67%.
Dr. Rubin Cooper, seorang ahli kardiologi anak dari Cohen Children’s Medical Center, yang tidak terlibat dalam riset ini, menyebut kenaikan prevalensi ini sebagai masalah kesehatan serius. “Angka kasus [darah tinggi pada anak] naik dalam 20 tahun terakhir di berbagai belahan dunia. Ini masalah kesehatan serius dengan dampak ekonomi dan medis yang besar,” kata Cooper.
Cooper menambahkan bahwa meski obesitas adalah faktor utama, sulit memastikan penyebab tunggal peningkatan kasus ini, salah satunya kemungkinan karena pengukuran tekanan darah pada anak kini lebih sering di lakukan. Namun, ia juga menyoroti fakta bahwa prevalensi tetap meningkat dua kali lipat bahkan pada anak kurus atau berberat badan normal.
Untuk memitigasi risiko ini, Dr. Cooper memberikan saran penting bagi para orang tua. Pertama, ia menganjurkan pembatasan screen time atau waktu menatap layar. Kedua, perbanyak konsumsi makanan utuh (whole food) daripada makanan kemasan, dan tingkatkan asupan buah serta sayuran.
Meskipun faktor genetik juga dapat berperan, Cooper menekankan bahwa intervensi gaya hidup tetap krusial. “Bukan berarti pola makan dan aktivitas fisik saja bisa menyelamatkan semua orang, tapi [upaya] ini akan membuat sebagian besar anak jauh lebih sehat,” jelasnya. Ia menutup dengan menekankan perlunya edukasi dini tentang makanan sehat dan memastikan bahan pangan yang baik mudah di akses oleh semua keluarga. (Tim)









