Britainaja, Jakarta – Microsoft, salah satu perusahaan teknologi terbesar dunia, kembali menjadi sorotan setelah mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 9.000 karyawannya pada pertengahan 2025. Langkah ini disebut sebagai salah satu reorganisasi terbesar yang pernah dilakukan perusahaan dalam dua tahun terakhir.
Kabar tersebut telah dikonfirmasi langsung oleh perwakilan resmi Microsoft. Perusahaan menyatakan bahwa keputusan ini merupakan bagian dari penyesuaian internal guna meningkatkan efisiensi dan daya saing dalam menghadapi pasar teknologi global yang terus berubah secara cepat.
“Kami sedang melakukan perubahan organisasi yang dianggap penting agar Microsoft tetap relevan dan sukses di tengah pasar yang dinamis,” ungkap juru bicara perusahaan, seperti dikutip dari CNN, Kamis (3/7/2025).
Salah satu alasan utama di balik kebijakan PHK massal ini adalah semakin masifnya penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) di lingkungan kerja Microsoft. Perusahaan dilaporkan telah menggantikan sejumlah posisi dan fungsi kerja tradisional dengan sistem otomatisasi berbasis AI.
CEO Microsoft, Satya Nadella, pada awal tahun 2025 sempat menyampaikan bahwa sekitar 20–30% kode program internal kini dihasilkan oleh sistem AI. Hal ini menunjukkan pergeseran signifikan dalam proses kerja, dari yang sebelumnya melibatkan tenaga manusia kini beralih ke otomatisasi pintar.
Lebih jauh lagi, Microsoft juga mengalokasikan investasi besar-besaran untuk pengembangan infrastruktur AI, termasuk pengadaan server, pusat data, serta kemitraan strategis dengan perusahaan teknologi lainnya seperti OpenAI.
Walau angka PHK tahun ini tergolong besar, langkah tersebut bukanlah yang pertama dilakukan oleh Microsoft. Pada Mei lalu, perusahaan juga memberhentikan sekitar 7.000 staf atau sekitar 3% dari total karyawan globalnya.
Jika melihat lebih jauh ke belakang, pada tahun 2023 Microsoft bahkan memecat 10.000 karyawan dalam satu putaran, yang sebelumnya menjadi rekor terbesar pemutusan kerja di tubuh perusahaan tersebut.
Fenomena pengurangan jumlah pekerja tak hanya terjadi di Microsoft. Perusahaan-perusahaan teknologi besar lainnya juga tengah menghadapi situasi serupa. Meta, Bumble, hingga Amazon diketahui turut melakukan efisiensi sumber daya manusia selama 2025.
CEO Amazon, Andy Jassy, bahkan secara terbuka menyebut bahwa kehadiran AI di masa depan akan membantu perusahaannya menekan kebutuhan tenaga kerja secara bertahap. Ini menandakan bahwa pemanfaatan teknologi cerdas tak hanya menjadi tren, tapi juga menjadi strategi bertahan di tengah persaingan global.
Langkah Microsoft dan sejumlah raksasa teknologi lainnya menandai babak baru dalam ekosistem kerja digital. Efisiensi, produktivitas, dan otomatisasi menjadi tiga kata kunci dalam menyikapi perubahan zaman, namun di sisi lain, hal ini membawa konsekuensi serius bagi para pekerja.
Kekhawatiran pun bermunculan: apakah AI akan sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam waktu dekat? Atau justru akan menciptakan bentuk pekerjaan baru yang lebih menantang?
Para analis teknologi menyarankan agar para profesional di bidang TI, pengembangan perangkat lunak, dan sektor digital lainnya mulai mengasah keterampilan yang lebih adaptif dengan perkembangan AI dan otomatisasi. Keterampilan seperti prompt engineering, ethical AI, dan data governance disebut akan semakin relevan.
Perubahan adalah keniscayaan, terlebih dalam dunia teknologi yang begitu cepat berevolusi. PHK massal di Microsoft menjadi sinyal bahwa era baru sudah datang—era di mana AI bukan lagi masa depan, melainkan realitas.
Tetap terinformasi dan adaptif adalah kunci menghadapi tantangan ini. Bagikan artikel ini jika menurut kamu bermanfaat, dan jangan lupa baca juga artikel lainnya seputar teknologi dan dunia kerja hanya di website kami! (Tim)