Britainaja – Dalam pernikahan Agama Islam, mahar merupakan pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai bentuk penghormatan dan simbol kesungguhan dalam membina rumah tangga. Pemberian ini bisa berupa uang, barang, atau bentuk harta lainnya.
Pengertian dan Hukum Mahar dalam Islam
Mahar berasal dari bahasa Arab: المهر yang berarti harta yang wajib diberikan oleh pihak laki-laki kepada wanita sebagai akibat dari akad nikah. Dalam Islam, mahar adalah wajib sebagai salah satu syarat sah pernikahan. Ini sejalan dengan firman Allah SWT:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib.”
(QS. An-Nisa: 4)
Rasulullah SAW juga bersabda:
الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ
“Carilah walau hanya cincin dari besi.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa Islam tidak menetapkan mahar yang tinggi sebagai syarat pernikahan, melainkan cukup sesuai kemampuan dan kerelaan kedua belah pihak.
Syarat Sah Mahar dalam Pernikahan Islam
Agar mahar sah menurut syariat Islam, berikut syarat-syaratnya:
-
Barang yang Suci dan Bermanfaat
Mahar tidak boleh berupa barang najis seperti babi, anjing, atau darah. Barang harus bermanfaat, misalnya seperangkat alat salat, emas, atau uang. -
Dapat Diserahterimakan
Mahar harus nyata dan bisa diserahkan. Tidak sah jika berupa ikan di laut atau burung di udara. -
Memiliki Nilai
Mahar harus bernilai meski sedikit. Tidak ada batas minimal atau maksimal, yang penting ada nilainya dan disepakati kedua pihak. -
Halal dan Milik Sendiri
Mahar tidak boleh berasal dari barang haram atau hasil mencuri (المال المغصوب). Harus milik sah calon suami.
Jenis Mahar yang Dilarang
Islam melarang beberapa bentuk mahar, di antaranya:
-
Mahar dari Barang Terlarang
Seperti khamr, daging babi, atau binatang liar yang tidak bisa dimiliki.Imam Malik: akad pernikahan menjadi rusak.
Imam Abu Hanifah: akad tetap sah, tetapi mahar diganti dengan مهر المثل (mahar sepadan). -
Mahar Barang Cacat
Jika mahar cacat, istri berhak atas kompensasi. Dalam mazhab Syafi’i, ia bisa menuntut ganti rugi atau mahar sepadan. -
Mahar untuk Ayah Pihak Wanita
Mahar harus ditujukan untuk istri, bukan ayah atau walinya. Rasulullah SAW bersabda:أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ عَلَى صَدَاقٍ فَهُوَ لَهَا
“Wanita mana pun yang dinikahi dengan mahar, maka mahar itu miliknya.”
(HR. Abu Dawud, An-Nasa’i) -
Mahar Bercampur Jual Beli
Contohnya mahar berupa budak milik mempelai wanita sebagai bagian dari transaksi jual beli. Hal ini tidak sah dijadikan mahar.Imam Syafi’i: pernikahan tetap sah, tetapi mahar diganti dengan mahar wajar (مهر المثل).
-
Mahar yang Memberatkan
Islam menganjurkan mahar yang ringan dan tidak membebani. Rasulullah SAW bersabda:إِنَّ أَعْظَمَ النِّكَاحِ بَرَكَةً أَيْسَرُهُ مَؤُونَةً
“Sesungguhnya pernikahan yang paling banyak berkahnya adalah yang paling sedikit biayanya.”
(HR. Ahmad) -
Mahar Tanpa Nilai
Mahar harus memiliki nilai. Barang tak bernilai, meski kecil, tidak sah dijadikan mahar jika tidak ada kesepakatan jelas.
Mahar dalam Islam bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk penghormatan terhadap wanita dan simbol kesungguhan dari seorang pria. Dengan memahami hukum dan syarat sah mahar serta larangannya, pasangan muslim diharapkan mampu menjalankan pernikahan sesuai tuntunan syariat yang penuh keberkahan. (***)