Britainaja – Perkembangan teknologi digital membuat ancaman siber semakin kompleks. Dalam situasi ini, mikrosegmentasi muncul sebagai solusi penting untuk memperkuat keamanan jaringan perusahaan. Temuan terbaru ini diungkap dalam laporan berjudul “The Segmentation Impact Study: Why microsegmentation now defines enterprise cybersecurity, risk, and resilience” yang dirilis oleh Akamai Technologies, perusahaan global di bidang keamanan siber dan komputasi cloud.
Laporan tersebut melibatkan 1.200 pemimpin keamanan dan teknologi dari seluruh dunia. Hasilnya menunjukkan bahwa organisasi yang telah menerapkan mikrosegmentasi mampu mengurangi waktu pembatasan serangan ransomware secara signifikan, serta mendapatkan keuntungan dalam premi asuransi siber.
Menurut Akamai, pendekatan ini memungkinkan perusahaan membatasi penyebaran serangan di dalam jaringan, sehingga ancaman bisa diatasi lebih cepat dan dampaknya lebih kecil.
Ofer Wolf, Senior Vice President dan General Manager Enterprise Security Akamai, menegaskan bahwa segmentasi jaringan yang kuat, ditambah dengan kendali kebijakan yang ketat, menjadi faktor utama dalam memperkecil peluang keberhasilan serangan siber.
“Bahkan ketika pelaku kejahatan siber menggunakan kecerdasan buatan untuk menembus sistem, mikrosegmentasi dapat menghalangi pergerakan mereka di dalam jaringan,” ujar Wolf.
Meski begitu, masih terdapat kesenjangan penerapan. Sekitar 90% organisasi telah memiliki segmentasi pada tingkat tertentu, namun hanya 35% yang menerapkan mikrosegmentasi secara menyeluruh. Hal ini membuat sebagian besar perusahaan tetap rentan terhadap serangan berlapis.
Menariknya, setengah dari organisasi yang belum mengadopsi mikrosegmentasi berencana melakukannya dalam dua tahun ke depan. Sementara itu, 68% perusahaan yang sudah menerapkan mengaku akan meningkatkan investasi mereka.
Beberapa alasan utama perusahaan menerapkan teknologi ini antara lain:
-
Membatasi penyebaran ransomware (63%), setelah 79% organisasi mengaku pernah di serang dalam dua tahun terakhir.
-
Meningkatkan kecepatan respons insiden (56%), agar ancaman bisa di atasi lebih cepat.
-
Melindungi aset penting (74%) yang berisiko tinggi terhadap kebocoran data.
-
Mencegah ancaman internal (57%), termasuk kesalahan atau sabotase dari dalam.
-
Memenuhi standar regulasi keamanan (57%) yang semakin ketat di berbagai negara.
Dari hasil penelitian, organisasi dengan pendapatan lebih dari USD 1 miliar yang telah mengadopsi mikrosegmentasi berhasil mempercepat pembatasan serangan ransomware hingga 33%.
Selain meningkatkan keamanan, teknologi ini juga memberi dampak positif pada industri asuransi siber. Sekitar 75% perusahaan asuransi kini menilai postur segmentasi sebagai bagian penting dari analisis risiko sebelum menetapkan polis.
Manfaat lain yang di rasakan organisasi yang menerapkan mikrosegmentasi antara lain:
-
Pelaporan audit lebih mudah (85%)
-
Premi asuransi lebih rendah (60%)
-
Klaim asuransi yang lebih cepat dan efisien (74%)
Meski manfaatnya jelas, Akamai menyoroti bahwa adopsi mikrosegmentasi masih menghadapi hambatan. Beberapa tantangan yang umum di temukan antara lain kompleksitas jaringan (44%), kurangnya visibilitas sistem (39%), serta penolakan operasional (32%) di lingkungan TI.
Namun, bagi perusahaan yang berhasil mengimplementasikannya, hasilnya terbukti signifikan — mulai dari penurunan jumlah sistem yang di susupi, biaya pemulihan yang lebih rendah, hingga kelangsungan bisnis yang lebih stabil.
Sebagai perusahaan yang berfokus pada keamanan siber global, Akamai berkomitmen untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan (AI) dalam memperkuat sistem mikrosegmentasi. Teknologi ini di harapkan mampu menyederhanakan proses adopsi dan membantu perusahaan mendeteksi ancaman lebih cepat.
Dengan semakin canggihnya metode serangan digital, mikrosegmentasi menjadi pilar utama dalam strategi keamanan modern. Laporan Akamai menegaskan bahwa organisasi yang lebih cepat beradaptasi akan memiliki ketahanan lebih baik dalam menghadapi risiko siber di masa depan. (Tim)