Britainaja – Desa Wisata Namu di Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, berhasil menorehkan prestasi dengan masuk ke daftar 60 besar Wonderful Indonesia Award (WIA) 2025 yang di gelar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Namu menjadi satu-satunya desa wisata dari Sultra yang lolos hingga tahap ini.
Ajang WIA 2025 berbeda dari kompetisi desa wisata sebelumnya. Para peserta di wajibkan melakukan penilaian mandiri melalui platform jadesta.com, dengan mengacu pada puluhan indikator yang sudah d itetapkan tim seleksi. Hanya desa wisata yang mampu memenuhi kriteria dengan nilai di atas rata-rata yang bisa melangkah ke babak berikutnya.
Kepala Dinas Pariwisata Sultra, H. Belli HT, menyampaikan apresiasi atas pencapaian ini. Menurutnya, Desa Namu konsisten menerapkan prinsip keberlanjutan, gotong royong, dan konservasi lingkungan. Ia berharap desa ini mampu meraih hasil terbaik pada tahap akhir penilaian.
Namu di tetapkan sebagai desa wisata sejak 2017 melalui SK Bupati Konawe Selatan, kemudian di perbarui pada 2021. Dengan jumlah penduduk sekitar 436 jiwa, mayoritas warganya berprofesi sebagai petani dan nelayan. Seiring berkembangnya pariwisata, masyarakat mulai terlibat dalam usaha kerajinan, kuliner, hingga penyediaan homestay.
Di desa ini, wisatawan bisa menikmati beragam atraksi, mulai dari snorkeling dan diving di perairan jernih, agrowisata perkebunan, hingga wisata budaya seperti tari tradisional Tolaki dan kuliner khas. Ada pula program belajar musik bambu, kerajinan dari agel, serta kelas memasak makanan tradisional.
Untuk mencapai Desa Wisata Namu, wisatawan bisa memilih jalur laut sekitar 2,5 jam dari Dermaga Langgapulu menggunakan kapal masyarakat, atau jalur darat sekitar 2 jam dari Kendari. Meski akses darat belum sepenuhnya optimal, jumlah kunjungan wisatawan tetap stabil, mencapai 300–400 orang per bulan. Sebanyak 90 persen di antaranya menginap minimal dua hari, menjadikan Namu sebagai desa wisata dengan rata-rata lama tinggal tertinggi di Sultra.
Seluruh pengelolaan wisata di Namu di lakukan masyarakat setempat melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Homestay di kelola langsung oleh pemilik rumah, sementara kuliner dan cenderamata di tangani ibu-ibu PKK serta Kelompok Wanita Tani. Bahkan, penyediaan kebutuhan wisatawan seperti warung makan, penyewaan tenda, hingga pengelolaan kebersihan camping ground juga di lakukan warga desa.
Dari situ, belasan UMKM lahir di desa ini, memberikan dampak positif pada ekonomi lokal tanpa mengganggu pekerjaan utama warga sebagai petani atau nelayan. Perempuan juga mendapatkan ruang lebih luas dalam kegiatan produktif dan kreatif.
Selain fokus pada pariwisata, Desa Wisata Namu juga mengembangkan program pelestarian lingkungan. Salah satunya dengan Bioreeftek menggunakan tempurung kelapa untuk membantu regenerasi terumbu karang di titik penyelaman. Inisiatif ini sekaligus menambah daya tarik wisata bahari sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
Keberhasilan Namu tidak terlepas dari kerja sama berbagai pihak dalam skema pentahelix. Desa ini menggandeng pemerintah daerah, akademisi, swasta, komunitas, dan media untuk memperkuat posisi sebagai destinasi unggulan. Mitra yang terlibat di antaranya Desata Sultra, ASTINDO Sultra, IHSA Sultra, hingga komunitas selam lokal.
Dengan potensi alam, budaya, dan dukungan penuh masyarakat, Desa Wisata Namu kini tidak hanya menjadi kebanggaan Konawe Selatan, tetapi juga Sulawesi Tenggara. Prestasi masuk 60 besar WIA 2025 menjadi bukti bahwa desa kecil dengan semangat gotong royong bisa bersaing di tingkat nasional. (Tim)